Mengenai Saya

Foto saya
Hidup harus dijalani dengan apa adanya

Senin, 26 April 2010

MENGGUNAKAN BAHASA INDONESIA BUKAN SUATU KEMUNDURAN

Kasman, M.Hum.

Bahasa adalah lambang yang mencirikan suatu etnis, negara/bangsa. Sebagai suatu ciri, bahasa layaknya bendera yang sanggup menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan persaudaraan dalam bingkai kesukuan dan nasionalisme.

Dalam hubungannya dengan hal di atas, kemerdekaan bangsa ini tentu tidak lepas dari peranan bahasa Melayu yang diikrarkan sebagai bahasa persatuan pada saat itu. Akan tetapi, bahasa yang membawa kita pada gerbang kemerdekaan ini seolah tidak mendapat tempat di hati kita dalam era globalisasi ini. Hal itu terbukti dengan semakin maraknya penggunaan bahasa asing pada setiap sendi kehidupan bangsa. Bukan hanya itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia mengungkapkan bahwa larangan penggunaan bahasa asing di ruang publik dinilai sebagai suatu kemunduran dan merepotkan bagi kalangan pengusaha, terutama dalam kaitannya dengan pembentukan pencitraan (brand image) mereka kepada konsumen (lih. Kompas, 14 Januari 2006).

Pernyataan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia di atas telah terbit pada tahun lalu, tetapi pernyataan itu sengaja penulis kemukakan kembali karena sikap bahasa yang berkembang di Nusa Tenggara Barat setakat ini hampir sama dengan sikap yang tertuang dalam pernyataan di atas. Selain itu, tulisan ini diharapkan dapat menjelaskan tulisan saya terdahulu dalam kaitannya dengan alasan logis mengapa kita harus berbahasa yang baik dan benar.

Imbauan penggunaan bahasa Indonesia di tempat umum sebagai upaya pelestarian, pengembangan, dan pembinaan bahasa Indonesia bukan dimaksudkan untuk mematikan keinginan dan kreativitas masyarakat mempelajari dan menggunakan bahasa asing melainkan setiap warga negara diarahkan pada ketertiban dalam pamakaian bahasa. Dengan demikian, kita dituntut agar dapat menyesuaikan penggunaan bahasa pada konteksnya masing-masing. Ketertiban pemakaian bahasa dalam hal ini telah disadari oleh para pejuang kemerdekaan bangsa ini. Hal itu dipertegas oleh Sugono, (2005:4) bahwa pernyataan ketiga dalam Sumpah Pemuda mengandung makna (1) pengutamaan bahasa Indonesia di atas kepentingan bahasa-bahasa lain, (2) memberikan hak hidup bagi bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia, dan (3) memberi peluang penggunaan bahasa asing untuk keperluan tertentu.

Sehubungan dengan kepemilikan dan penggunaan bahasa, di awal kemerdekaan, bangsa kita memiliki prinsip yang sama dengan bangsa Jepang karena bangsa kita telah berusaha memilih suatu bahasa dan menyampingkan bahasa Inggris dan bahasa-bahasa asing lain. Seperti yang diungkapkan oleh Otsuka bahwa pemakaian bahasa Inggris dengan tatabahasa yang sangat sederhana tidak mendapat tempat di hati masyarakat Jepang karena sebagian masyarakat Jepang berpandangan bahwa penggunaan bahasa Jepang dalam dunia pendidikan sangat penting dan mutlak untuk perkembangan sosial budaya masyarakat Jepang. Di samping itu, sebagian orang Jepang berasumsi bahwa tidak semua golongan kecil dalam tatanan sosial masyarakat Jepang akan dapat menikmati pendidikan karena mereka belum tentu mampu menguasai bahasa Inggris (lih. Imran, 2007 dalam situs Pikiran Rakyat). Hingga saat ini, bangsa Jepang masih kuat memegang prinsip itu. Hal itu terbukti dengan minimnya penggunaan bahasa asing di Jepang termasuk di tempat-tempat umum, sementara bangsa kita tidak sanggup menerjang imperialisme linguistik bangsa Eropa karena secara kultural, kita masih sering menggunakan bahasa Inggris dalam entitas imaterial dan ideologi, seperti sikap bahasa (lih. Alwasilah, 1997:9).
Sikap negatif kita terhadap bahasa Indonesia lambat laun memberikan kesulitan tersendiri bagi para guru dalam mengajarkan bahasa Indonesia karena kosakata yang tersimpan dalam otak peserta didik telah mengalami percampuran. Percampuran kosakata itu pada ahirnya menimbulkan interferensi terhadap bahasa Indonesia. Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila pengajaran bahasa Indonesia oleh banyak kalangan dianggap belum berhasil.

Berkaitan dengan keberhasilan pengajaran bahasa secara khusus dan untuk mendukung upaya pelestarian, pengembangan, dan pembinaan bahasa, kiranya sikap positif dalam diri pemilik dan penutur bahasa harus ditumbuhkembangkan dan direalisasikan dalam sikap berbahasa sesuai dengan aturan penggunaanya masing-masing. Hal ini dirasakan penting karena bahasa pada dasarnya merupakan kebiasaan layaknya adat dan budaya yang tumbuh dan berkembang seiring perjalanan waktu.

Berdasarkan uraian di atas, penggunaan bahasa Indonesia pada dasarnya bukan suatu kemunduran, melainkan penggunaan bahasa Indonesia khususnya di tempat-tempat umum merupakan suatu kemajuan karena orang yang bangga terhadap bahasanya adalah orang yang tidak mau tunduk pada imperialisme linguistik bangsa Eropa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar